Gw pernah baca sebuah artikel yang terpampang di sebuah media online yg kira-kira tulisannya kayak gini “Kami masyarakat Kalimantan SETUJU kenaikan harga BBM, RP. 6500/liter pun tak masalah yang penting Pom Bensin tidak kosong. Toh kamipun terbiasa membeli bensin eceran dengan harga Rp. 6000,-. Bahkan saat kekosongan kami biasa membeli bensin dengan harga Rp. 10.000,-/liter. Jadi kalian masyarakat Jawa sebelum demo bbm naik coba pikirkan nasib kami yang tinggal di daerah. Minyak kami kalian sedot, sedangkan kami kekosongan di POM bahkan sampai berminggu-minggu sudah hal biasa. Sedangkan kalian kekosongan di POM baru satu hari saja sudah ribut luar biasa. Diliput media, INGAT!!! Indonesia bukan hanya JAWA. Yang setuju silahkan Share”
Yah, Indonesia bukan hanya Pulau Jawa. Gw setuju banget tuh, tapi bayangkan aja jika harga BBM naik menjadi Rp.6500/liter apa dampaknya bagi masyarakat luas yang rata-rata golongan ekonomi menengah ke bawah?
Bhinneka Tunggal Ika |
Tapi kali ini gw nggak bahas masalah harga BBM, Gw mau mempertanyaka nih masalah bahasa yang kerap kali muncul di iklan tv nasional yang menggunakan bahasa jawa. Soalnya ada beberapa iklan yang menggunakan bahasa jawa yang gw nggak ngerti, bukan hanya saya mungkin saja saudara-saudara kita di Jakarta ada yang tidak mengerti bahasa Jawa. Contoh ikala itu adalah iklan kuku bima yang menggunakan kata ROSO, ada juga iklan yang menggunakan istilah BEJO (bersih,jujur, OJO DUMEH) artinya apa tuh? Dan masih banyak lagi iklan lain yang menngunakan bahasa Jawa. Bukankah tujuan iklan itu untuk difahami oleh konsumen, jadi kalau konsumen tidak mengerti, apa periklanan itu bisa dianggap berhasil. Kecuali kalau segmentasi pasar dari produk tadi memang hanya membidikk orang Jawa sih ya ngga jadi masalah.
Terus ada lagi hal yang selalu sy pertanyakan, yaitu berita tentang kepadatan arus lalu lintas di jakarta atau di jalur pantura yang mengambil durasi terlalu banyak, terutama saat menjelang arus mudik dan setelahnya. Emangnya berita itu penting bagi masyarakat di luar pulau Jawa? Sebagai warga negara yang tinggal di luar pulau Jawa, gw paling malas nonton segmen berita ini. Menurut hemat sy, sebaiknya berita tentang kepadatan arus lalu lintas diinformasikan lewat radio lokal agar para pendengar yang sedang berada di jalan bisa menghindari jalur yang sedang mengalami kemcetan dengan memilih jalur alternatif. Lagian juaga jika di beritakan lewat media audio visual akan memungkinkan kecelakan jika mengendarai sambil menonton TV.
Itulah dua hal yang mungkin saya pertanyakan bagi media informasi publik, lewat tulisan ini jg saya minta maaf jika ada pihak yang tersinggung, terutama saudara-saudaraku sebangsa dan setanah air yang bersuku Jawa. Wassalam
0 komentar:
Posting Komentar